Kisah Saudagar Kaya dan Burung Cacat untuk Bahan Renungan

Burungnya.com – Apa hubungan antara saudagar kaya dan burung yang cacat? Apakah kisah ini menceritakan tentang kekejaman seorang saudagar kepada seekor burung? Tidak, kisah ini bukan tentang kekejaman seseorang, melainkan contoh mulia dari burung yang sudah cacat untuk bahan renungan seorang saudagar kaya.

Begini ceritanya, pada suatu hari, Al-Balkhi seorang saudagar kaya berangkat ke negeri seberang untuk berdagang. Sebelum berangkat, ia berpamitan kepada sahabatnya Ibrahim bin Adham agar dagangannya laku keras. Namun, belum lama Al-Balkhi meninggalkan tempat kediamannya, tiba-tiba ia pulang lagi.

Sahabatnya, mengira ada barang yang tertinggal. Lalu, ia bertanya kepada Al-Balkhi, “Mengapa engkau pulang begitu cepat wahai sahabatku, bukankah jarak tempatmu berdagang sangat jauh?.”

Al-Balkhi langsung menceritakan apa yang telah ia lihat selama di perjalanan. “Dalam perjalanan, aku melihat suatu keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera membatalkan perjalanan.”

“Keanehan apa yang kamu maksud?” tanya Ibrahim bin Adham.

“Ketika aku sedang beristirahat di sebuah bangunan tua yang telah rusak, aku melihat seekor burung yang cacat, matanya buta dan kakinya pincang. Aku pun bertanya-tanya dalam hati, bagaimana burung ini bisa bertahan hidup dengan kondisi tubuh yang seperti itu?” terang Al-Balkhi.

Ibrahim bin Adham menjadi penasaran, “Bagaimana bisa burung yang tidak bisa melihat dan pincang bisa bertahan hidup di bangunan tua seperti ini?”

Tak lama setelah itu, Al-Balkhi melanjutkan ceritanya. “Aku awalnya penasaran dan terus mengamati gerak-gerik burung cacat tersebut. Namun, rasa penasaranku akhirnya terjawab, burung yang cacat tadi dibantu oleh seekor burung yang lain. Burung tersebut bersusah payah menghampirinya sambil membawa makanan.”

Sahabat burung yang cacat tadi, memang sangat baik. Dia paham bahwa dirinya sehat, maka dari itu dia berusaha mencarikan makanan untuk sahabatnya agar tidak mati kelaparan.

Ibrahim bin Adham menjadi bingung, apa hubungan antara burung tadi dengan sahabatnya? Mengapa Al-Balkhi tiba-tiba pulang setelah melihat burung-burung tersebut?

“Lantas apa hubungannya dengan kepulanganmu?” tanya Ibrahim bin Adham yang belum mengerti maksud kepulangan sahabat karibnya tersebut.

“Jadi begini wahai sahabatku, setelah melihat kejadian yang cukup mengharukan tadi, aku menyimpulkan bahwa Sang Pemberi Rizki telah memberi rizki yang cukup kepada seekor burung cacat melalui temannya. Dengan begitu, Allah yang Maha Pemberi pasti juga memberiku kecukupan rizki sekalipun aku tak berdagang atau bekerja. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk segera pulang,” jelas Al-Balkhi.

Mendengar penuturan sahabatnya, Ibrahim bin Adham berkata, “Wahai Al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau memiliki pemikiran yang rendah seperti itu? Mengapa engkau menyejajarkan derajatmu sebagai saudagar kaya dengan seekor burung yang cacat?”

Al-Balkhi hanya diam seribu bahasa dan tertunduk malu. Kemudian, Ibrahim bin Adham melanjutkan petuahnya, “Mengapa engkau tidak berusaha memberi makanan seperti burung yang sehat dan malah memilih mengharapkan bantuan seperti burung yang cacat? Apakah kamu tidak malu? Tangan di atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah.”

Apa yang dikatakan Ibrahim bin Adham telah menyadarkan kekhilafan Al-Balkhi. Ia baru sadar bahwa dirinya salah dalam mengambil pelajaran dari kedua burung tersebut. Kemudian, ia langsung bangkit dari duduknya seraya berkata kepada Ibrahim bin Adham, “Ternyata engkaulah guruku yang paling baik dan benar.”

Al-Balkhi pergi meninggalkan Ibrahim bin Adham dengan penuh semangat untuk berdagang. Dia berniat akan membantu siapa saja yang ia temui selama di perjalanan.

Dari kisah ini, dapat diambil hikmah bahwa jangan berpangku tangan dan mengharapkan bantuan dari orang lain. Lebih baik bekerja keras sendiri untuk diri kita dan membantu orang lain yang membutuhkan. Ingat, tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah.

Leave a Comment